opini musri nauli |
Sebagai kota dagang, Jambi dicatat sejak zaman Orang Kayo Hitam (1500-1515). Pada masa itu Islam berkembang dan menjadi agama resmi Kerajaan Jambi.
Di dalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang diterangkan pada masa itu kemudian bergelar “Panembahan” dan kemudian Sultan.
Pangeran Kedak yang bergelar Sultan Abdul Kahar (1615-1643) adalah Raja Pertama Kerajaan Jambi yang memakai telar Sultan. Dan menetapkan secara resmi Kerajaan Jambi disebut Kesultanan Jambi.
Begitu juga ketika Depati Anom yang berkuasa kemudian bergelar Sultan Abdul Jalil (1643). Dilanjutkan Pemerintahan Raden Penulis yang kemudian bergelar Sultan Abdul Mahji yang sering disebut Sultan Sri Ingalogo (1665-1690).
Begitu juga Putra Sultan Sri Maharajo Batu kemudian bergelar Sultan Suto Ingalogo (1740).
Masa Pemerintahan Raden Denting kemudian bergelar Sultan Agung Sri Ingalogo atau disebut Sultan Mahmud Mahiddin (1812-1833).
Baca juga : Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun
Gelar Sultan juga digunakan Raden Muhammad (Pangeran Ratu) yang bergelar Sultan Mohammad Fachrunddin yang sering disebut Sultan Keramat (1833).
Sultan Taha Syaifuddin (1855) kemudian tidak mengakui kekuasaan Belanda di Jambi juga menggunakan gelar Sultan.
Perlawanan terhadap Belanda diteruskan hingga ke Sultan Thaha Syaifuddin yang naik tahta 1955. Sultan Thaha Syaifuddin yang dianggap memiliki perlengkapan Kesultanan (rijkssierenden) dan kerisi Pusaka Siginjei sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Sultan yang sah oleh rakyat Jambi.
Di dalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang juga diterangkan diterapkan Undang-undang Pemerintahan yang disebut “Pucuk Undang nan delapan”.
Istilah “Pucuk Undang nan delapan” sering juga disebut “Induk Lapan Anak 12”.
Delapan atau Lapan kemudian dikenal sebagai hukum formal. Sedangkan hukum acaranya kemudian dikenal “anak 12”.
Hukum Adat Jambi yang dikenal “Pucuk Undang nan delapan” atau “Induk Lapan Anak 12” masih digunakan ditengah masyarakat.
Mampu menghadapi perubahan zaman. Dan dapat dilihat diberbagai Peraturan Desa di berbagai Daerah di Jambi.(***)
Penulis opini, Musri Nauli, ialah Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani
Baca juga opini musri nauli "Jambi Sebagai Kota Dagang (2)" di :